Adhe's Page

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu Blog ini berisi tulisan- tulisan saya. Bahagia sekali rasanya bila anda berkenan untuk membaca dan memberikan komentar, kritik atau masukan bagi saya. Terima kasih !

Name:
Location: Surabaya, East Java, Indonesia

Tuesday, December 27, 2005

Cita - Cita Syahid

“Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu Nabi, para shadiqin, orang-orang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman-teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An Nissa[4] : 69)

Dalam sebuah hadits, Maqdam bin Ma’dikarib berkata, Rasulullah saw bersabda, “Tujuh keutamaan yang bakal diperoleh seseorang yang syahid di sisi Allah SWT :
1. Ia akan diampuni pada tetesan darah yang pertama mengucur;
2. Ia akan melihat tempat kediamannya di Jannah;
3. Akan dikenakan padanya pakaian Iman;
4. Ia akan dikaruniakan dengan tujuh puluh dua bidadari Jannah.
5. Ia akan diselamatkan dari azab kubur;
6. Akan dianugerahkan pada kepalanya mahkota waqar, yaitu permata yaqut yang lebih baik daripada dunia dan seisinya;
7. Akan diizinkan memberi syafa’at kepada tujuh puluh orang anggota keluarganya.
(Hadits Riwayat Ahmad, Turmidzi, Ibnu Majah dan Al-Ajurri dalam Ssy-Syari’ah).

Untuk mencapai derajat itu dibutuhkan tiga syarat, yaitu Iman, Islam dan berjihad fi sabilillah (QS. 3:109, 9:111, 4:76).

Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa yang tidak pernah berperang dan tidak pernah meniatkan dirinya untuk berperang, niscaya ia akan mati diatas salah satu cabang kemunafikan” (HR. Muslim, Abu Dawud dan An-Nasai).

Adapun tujuannya selain memperoleh syurga, adalah untuk menjadikan dienullah yang paling tinggi. Abu Musa dari Rasulullah saw. Bahwa beliau bersabda : “Barangsiapa yang berperang semata-mata untuk menjadikan Dienullah yang paling tinggi, maka itulah (yang terhitung) fisabilillah (Mutafaqun ‘Alaih).

Sebaliknya jika untuk tujuan lain, dari Abu Hurairah mencritakan bahwa Rasulullah saw, bersabda, “Barangsiapa yang berperang dibawah panji-panji jahiliyah, terbakar amarahnya karena fanarisme golongan, atau menolong atas dasar fanatisme golongan, lalu dia mati, maka kematiannya adalah kematian secara jahiliyah” (HR. Muslim, Ahmad dan An-Nasai).

Saturday, December 24, 2005

Kesempatan dan Keberanian

Setiap manusia membutuhkan kesempatan. Karenanya dengannya akan ada langkah yang membuat perbedaan. Kesempatan tidak datang setiap saat. Dia adalah momentum yang datang sesaat dan kemudian terkadang pergi terlalu cepat. Namun kesempatan juga bukanlah barang langka bagi setiap orang. Setiap kita pasti pernah menemuinya. Setiap kita kadang didatanginya tanpa kita minta. Memang kadar, waktu dan jalannya berbeda-beda. Tapi dia kan muncul ke hadapan setiap hamba Tuhan sebagai salah satu bentuk pertolongan-Nya.
Kesempatan adalah salah satu variabel penentu kesuksesan diantara sekian variabel lainnya. Karenanya keempatan membutuhkan psangannya agar berbuah sebuah keberhasilan. Dia adalah keberanian. Kesempatan tidak akan bergeser dari tempatnya bila tidak segera diambil. Sehingga tidak sedikit orang gagal bukan karena ia tidak memiliki kesempatan. Tapi mereka gagal karena tidak punya cukup nyali untuk mengambil dan merebutnya. Keberanian berasal dari kombinasi kepercayaan akan kemampuan diri dan keyakinan akan pertolongan Tuhan. Dia adalah akumulai dari proses panjang penyiapan kapasitas diri yang akhirnya membuahkan kesiapan untuk menerima momentum ketika pintu tiba-tiba terbuka. Saat-saat kesuksesan telah di depan mata. Ketika kesepatan bertemu dengan keberanian.
-------------------------------------------
Sby,231205
Ad

Friday, December 23, 2005

Sederhana*

{Tulisan lama juga, untuk seorang sahabat ketika ia sedang 'mbulet' :) }

Membuat semuanya menjadi sederhana, menurut saya itulah inti dari kejeniusan. Menjadikan hal yang rumit menjadi simpel adalah sebuah karya besar. Mungkin karena kita adalah mahasiswa yang selalu menganalisa, membuat jadi detail setiap masalah, menggali banyak data, menghubung-hubungkan satu dengan lainnya, mengurai yang utuh dan menyatukan yang mulanya tercerai berai. Kita jadi tidak simple. Mbulet, kata seorang teman.

Sederhana bukan berarti menggampangkan. Bukan berarti menjeneralisir, Bukan berarti memotong dan memisah-misah. Sederhana adalah memandang masalah pada intinya. Membuat rumusan berdasarkan faktanya. Mengurai cerita dengan lugas dan bersahaja.

Sederhana adalah ketika kita harus memilih, maka kita pilih yang mudah. Mudah bagi kita, mudah bagi orang-orang di sekitar kita dan mudah bagi semuanya.
Mudah adalah ketika bertemu ketentraman hati dan ambisi diri. Ketika bersatu keteguhan memegang idealita dengan kelapangan dada atas realita. Ketika berkumpul damainya cinta dan keindahan hakekat pengorbanan. Ketika berharmoni semangat berkobar dengan kesabaran yang tiada pudar.

'Menyelesaikan permasalahan dengan duduk santai sambil meminum secangkir kopi'. Demikian seorang sosiolog barat mendeskripsikan profil seorang problem solver yang dibutuhkan dunia di era cyber ini (baca: Risalah Pergerakan I).
Namun apa yang Imam Syahid sampaikan tentang hal itu? Kitalah orangnya. Menyelesaikan masalah tanpa masalah. Konsepsi jitu Islam yang melahirkan pemimpin dengan jiwa besar dan visi yang tajam. Itulah kesederhanaan.

Ada baiknya melihat kisah yang unik ini:
Suatu ketika Rasulullah saw sedang berkumpul dengan para sahabatnya. Disana hadir para sahabat-sahabat besar. Kemudian datang seorang utusan yang membawa kiriman makanan dari salah seorang istri Rasulullah. Tiba-tiba, masih di depan Rasulullah dan para sahabatnya, ibunda Aisyah ra membanting nampan berisi makanan kiriman itu hingga isinya berantakan. (Saya tidak yakin akan bisa bersabar bila berada dalam situasi seperti ini). Para sahabat bertanya-tanya dan menunjukkan rasa kemarahan mereka atas peristiwa itu. Namun, beliau Rasulullah saw hanya tersenyum dan berkata kepada para sahabatnya. "Ibumu (Aisyah ra), sedang cemburu". Dan selesailah semuanya.

Kesederhanaan lahir dari cara pandang yang jernih akan kehidupan. Bukankah hanya Dia Yang Maha SUCI. Sehingga ruang batin yang luas dan berjuta kata maaflah yang mesti kita sediakan untuk menghadapi siapapun selain-Nya. Bukankah hanya Dia Yang Maha MEMBERI. Sehingga hilangnya harap yang berlebihan dari selain-Nya, haruslah merupakan salah satu usaha penyempurna rasa syukur kita. Dan bukankah tidak ada Yang Maha BESAR selain Dia dan urusan dengan-Nya. Sehingga kesederha-naan dan 'bukan sesuatu yang amat besar'-lah yang mesti menjadi cara pandang kita jika suatu ketika bertemu Ciptaan-Nya dengan segala masalah dan urusannya. WaLlahu'alam bishowab.


*untuk ibuku yang sederhana.
______________________________
Afwan, bila tulisan ini ternyata juga kurang sederhana.. :)

Adhe Priyambodo

All About Data

(Tulisan lama, waktu saya jadi Ketua Biro Informasi dan Data JMMI ITS 01/02)

Dulu, ketika saya di kelas 2 SMU, dalam sebuah aktivitas kepramukaan saya dikenalkan oleh instruktur saya dengan sebuah peta medan yang meliputi Kediri dan sekitarnya, termasuk desa kampung halaman saya. Peta ini standar militer, kami pinjam dari Batalyon Infantri 521 yang membawahi wilayah ex-Karesidenan Kediri. Di dalam peta yang skalanya 1 : 50.000 dapat dibaca semua detail dari daerah yang digambarkan. Mulai dari jalan, pemukiman, sungai, ketinggian tanah, rel. Bahkan jalan desa -yang mungkin lebih mirip pematang sawah, karena diapit sawah- di samping rumah saya yang lebarnya kurang lebih hanya 3 meter juga tercantum disana. Detail dan presisi, itulah kesan pertama saya dapat setelah melihat peta tersebut. Tapi setelah mengamati dengan cermat beberapa keterangan yang ditulis disana, saya jadi cukup kaget, kagum sekaligus cemas. Kanapa? Peta yang kami pakai untuk belajar membaca arah dan medan itu dicetak tahun 1944 berdasarkan peta yang dibuat oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1938. Dan cetakan kedua dibuat oleh War and Navy Departement Agencies of US, Washington DC.
Jadi, setiap detail data tentang kampung saya itu sudah ada di Pentagon sejak 1944.

Baru-baru ini juga saya mendengar bahwa bila kita ingin mengetahui detail satwa dan fauna yang ada di Papua, maka kita harus mencari datanya di sebuah Lembaga Pemerintah AS yang mengurusi masalah keanekaragaman hayati.

Ikhwah fillah, itu semua hanyalah contoh yang patut kita cermati. Memang, salah satu bentuk ikhtiar yang selama ini terlupakan dalam barisan kita adalah kurang rapinya kita dalam menangani masalah data. Padahal tidak bisa dinafikan, betapa signifikannya peranan data dalam membantu proses dakwah kita. Bagi kita yang setiap hari juga bergelut dengan banyak data. Praktikum, kuliah, tugas akhir dan masih banyak lagi, tentulah sudah sangat faham akan hal tersebut. Era informasi sekarang ini mengharuskan kita memiliki semua secara cepat dan akurat. Siapa yang menguasai data dan informasi tercepat dan terbanyak, maka dialah pemenang di era ini.

Tidak hanya dengan perasaan atau intuisi belaka bila kita ingin mengambil keputusan. Dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, kita harus berpijak pada fakta dan data, bukan pada dugaan dan instink. Bukan saatnya lagi kita kekurangan informasi dan ketinggalan analisis. Kesadaran ini sangat penting, karena bukankah ini adalah salah satu penyiapan kekuatan perjuangan kita. Sebuah ikhtiar yang di masa sekarang mungkin bisa disamakan dengan pentingnya penyiapan kekuatan senjata di masa lalu. Seorang pemimpin yang handal tidak akan menghasilkan keputusan yang tepat bila tidak didukung dengan ketepatan data dan analisa yang tajam. Sehingga, sekarang bisa mengertilah kita, kenapa Rasulullah saw dahulu mencontohkan kepada para sahabatnya agar melakukan upaya pengamatan kekuatan musuh dengan mengirimkan Hudhaifah ra. untuk menyusup ke jantung pertahanan mereka. Sekali lagi sebuah bentuk ikhtiar yang harus kita lakukan dengan sungguh-sungguh.

Dalam masalah ini kita masih tertinggal dengan musuh-musuh kita. Lalu, pertanyaannya adalah kapan kita mamulai. Maka, saya akan menjawab, mari kita mulai dari diri kita sendiri, kita mulai dari yang kecil dan kita mulai dari sekarang saat ini juga-.

Mari berterus terang, kenapa kita tidak mengetahui dengan pasti siapa saja jundi di barisan dakwah kita, di departemen kita, di divisi kita atau biro kita. Padahal tahukah kita, berapa jumlah tentara yang didata oleh Rasulullah saw saat berangkat perang Badar. Ya, mereka ada 314 orang mujahid.


Graha Ababil, 240320021045
Adhe Priyambodo (2499100080)
Ka-Biro Informasi dan Data JMMI.

Wednesday, December 21, 2005

Masihkah Kita Sebagai Bangsa Besar

Saya sempat kaget ketika membaca berita tentang niat
wapres Yusuf Kalla untuk melarang buku- buku karya
Sayyid Qutb dan Hasan Al-Banna beredar di Indonesia.
Dengan dalih dapat menebarkan pemikiran yang mengarah
dan mendorong kepada tindakan terorisme, statemen itu
pun dilontarkan oleh mantan Kepala BIN, A.M. Hendro
Priyono. Selain itu diserukan juga untuk melakukan
penelitian dan pengawasan terhadap kurikulum pesantren
dan juga para santrinya di Indonesia, tentu masih
dengan alasan dan isu yang sama.

Tragis benar nasib bangsa ini, memiliki pemimpin yang
tak pernah membaca sejarah dengan baik, bagaimana
negeri ini didirikan. Bagaimana negeri ini ketika
masih berusia belia dibela mati- matian eksistensinya
oleh para pejuang dan pahlawan.

Segera setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan
di Jakarta, maka dilakukan upaya oleh para founding
father kita agar negara muda yang bernama Indonesia
mendapat pengakuan oleh dunia. Hal ini semata- mata
dilakukan karena negara Indonesia tidak akan memiliki
posisi yang kuat hanya ketika ia eksis secara
internal, namum ia juga harus diakui secara resmi oleh
dunia internasional.

Para pelajar sekolah dasar kita tentu sangat hafal
siapa negara pertama yang mengakui secara resmi
kemerdekaan Indonesia. Negara itu adalah Mesir, negara
terkemuka di timur tengah yang mengakui secara resmi
kemerdekaan negara Indonesia yang saat itu masih belum
genap setahun usianya. Tindakan Mesir ini diikuti oleh
negara- negara Timur Tengah lainnya. Mereka melakukan
hal ini didorong dan dilatarbelakangi oleh ikatan
ukhuwah Islamiyah, karena Indonesia merupakan negeri
muslim terbesar di dunia.

Saudara- saudara kita di timur tengah telah melakukan
hal besar ini, jauh hari sebelum negara- negara barat
mengakui eksistensi kita sebagai sebuah bangsa dan
negara yang merdeka.
Sejarah masih mencatat dengan jelas, bahwa pengakuan
pemerintah Mesir ini tidak terlepas dari peran Ustadz
Hasan Al-Banna pendiri dan pemimpin Ikhwanul Muslimin,
organisasi massa yang saat itu memiliki pengaruh
sangat kuat di Mesir. Hal inilah yang menyebabkan
diutusnya KH. Agus Salim oleh Bung Karno untuk secara
resmi mengucapkan terima kasih atas nama bangsa
Indonesia kepada negara dan rakyat Mesir dan secara
khusus kepada Ustadz Hasan Al-Banna dan Ikhwanul
Muslimin.

Tak cukup hanya itu, sebagai bentuk solidaritas dan
perwujudan ukhuwah atas negeri kaum muslimin terbesar
di dunia ini, para anggota Ikhwanul Muslimin melakukan
aksi pencegatan yang heroik terhadap kapal- kapal
Belanda yang hendak menuju Indonesia yang melalui
terusan Suez. Kita tahu bahwa setelah kemerdekaan dan
Jepang menyerah kalah kepada sekutu, Belanda masih
mengklaim bahwa Nusantara masih merupakan negara
jajahannya. Sehingga mereka mengirimkan tentara yang
membonceng tentara sekutu ke Indonesia. Peristiwa ini
kita kenal dengan agresi militer Belanda I dan II.

Apakah kita ingin disebut sebagai bangsa yang tak tahu
balas budi, bila sekarang ini para pemimpin kita ingin
melarang karya orang- orang yang sangat berjasa kepada
negara ini? Yang kita sebagai rakyat, bangsa dan
negara ini patut mencatatnya sebagai hutang yang boleh
jadi takkan pernah terbayarkan?

Masih segar juga dalam ingatan kita ketika membaca
diktat-diktat sejarah dulu di bangku sekolah. Umat
Islam yang dimotori oleh para kiai dan ulama adalah
garda terdepan dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa ini. Negara ini tidak akan pernah
lupa bahwa ia berdiri diatas pengorbanan dan tumpahan
darah ribuan para santri, syuhada, ulama dan pahlawan.
Seperti halnya tokoh- tokoh ulama yang kita kenal
dalam skop nasional yang melakukan perlawanan heroik,
maka di setiap daerah juga tercatat bagaimana peran
ulama dan pesantren sebagai pelopor perlawanan
terhadap kezaliman penjajah saat itu.

Sejarah juga mencatat, bagaimana pertempuran heroik di
Surabaya pada 10 Nopember 1945 akhirnya menyadarkan
sekutu bahwa Indonesia masih eksis. Pertempuran itu
membawa korban tewasnya pemimpin pasukan sekutu,
Jendral Mallaby dari Inggris, dan akhirnya
mengantarkan Indonesia pada babak baru perlawanan
terhadap upaya penjajahan kembali Indonesia.
Perlawanan heroik dari arek-arek Suroboyo itu tak akan
pernah terwujud bila tak ada motivasi luar biasa yang
berasal dari seruan jihad melawan kaum penjajah zalim
oleh seorang tokoh pejuang legendaris Bung Tomo.
Dengan kumandang takbir Bung Tomo melalui radio telah
mengobarkan semangat perjuangan arek-arek Suroboyo.
Bung Tomo menyerukan bahwa berjuang melawan agresi
sekutu saat itu tidak lain adalah jihad fisabilillah
untuk membela negara dan agama.

Negara ini berhutang demikian besar kepada pesantren
dan umat Islam. Dan boleh jadi tak akan pernah ada
Indonesia yang merdeka dan berdaulat tanpa mereka.
Maka sekarang pantaskah negara kita hendak mengucilkan
dan mencurigai pesantren yang telah berjasa besar pada
bangsa dan negara ini?

Kita harus selalu mengingat dan mengingatkan kepada
siapapun yang lupa terhadap fakta- fakta penting ini.
Termasuk kepada para pemimpin kita sekarang ini yang
sedang lupa. Agar bangsa ini bisa menjadi bangsa besar
yang tak lupa kepada para pahlawannya.
Wallahu’alam bishowab.

Mulyosari,121205
Adhe Priyambodo

Tuesday, December 20, 2005

IDEALISME KAMI

Betapa inginnya kami agar bangsa ini mengetahui bahwa
mereka lebih kami cintai daripada diri kami sendiri.
Kami berbangga ketika jiwa-jiwa kami gugur
Sebagai penebus bagi kehormatan mereka,
Jika memang tebusan itu yang diperlukan

Atau menjadi harga bagi tegaknya kejayaan,
Kemuliaan dan terwujudnya cita-cita mereka,
Jika memang itu harga yang harus dibayar.

Tiada sesuatu yang membuat kami bersikap seperti ini
Selain rasa cinta yang telah mengharu-biru hati kami,
menguasai perasaan kami, memeras habis air mata kami,
Dan mencabut rasa ingin tidur dari pelupuk mata kami.
Betapa berat rasa di hati ketika kami menyaksikan bencana
yang mencabik-cabik bangsa ini,
sementara kita hanya menyerah
pada kehinaan dan pasrah oleh keputusasaan.

Kami ingin agar bangsa ini mengetahui bahwa
kami membawa misi yang bersih dan suci;
bersih dari ambisi pribadi,
bersih dari kepentingan dunia,
dan bersih dari hawa nafsu.

Kami tidak mengharapkan sesuatupun dari manusia;
tidak mengharap harta benda atau imbalan lainnya,
tidak juga popularitas, apalagi sekedar ucapan terima kasih.

Yang kami harap adalah
terbentuknya Indonesia yang lebih baik dan bermartabat
serta kebaikan dari Allah-Pencipta alam semesta

MERETAS JALAN KEBANGKITAN UMAT

Resensi Buku
Judul Buku: Menikmati Demokrasi
Penulis: Ustadz M. Anis Matta, Lc.
Penerbit: SAKSI Press tahun 2001 cetakan pertama

Perjuangan umat Islam untuk mengembalikan kembali kejayaan Islam dari masa ke masa selalu mengalami pasang surut. Sejak runtuhnya kekhalifahan Turki Utsmany yang merupakan representasi terakhir dari sistem pemerintahan Islami pada tahun 1924 umat Islam berada dalam keadaan yang boleh dikatakan bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Para ulama menisbatkan zaman kita sekarang dengan zaman malikan jabbariyan (raja-raja diktator) sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw dalam hadits tentang periodesasi umat Islam.

Proyek Peradaban
Tidak lama setelah kekhalifahan Turki Utsmany runtuh, muncullah berbagai gerakan (harokah) yang bertujuan untuk menegakkan kejayaan Islam kembali. Dimotori oleh berbagai tokoh dari berbagai latar belakang dan wilayah, gerakan- gerakan ini mulai menggeliat. Tentunya karena adanya perbedaan kondisi yang melatarbelakangi lahirnya gerakan- gerakan tersebut maka metode dan strategi perjuangannya pun berbeda-beda. Ada gerakan yang menggunakan strategi kekuatan bersenjata, gerakan yang menggunakan people power hingga gerakan yang memanfaatkan alur demokrasi sebagai sarana perjuangan.

Saat ini sebagian besar gerakan Islam di dunia menggunakan strategi yang terakhir sebagai jalan perjuangannya. Pada awalnya gerakan ini membentuk basis kader dengan mengadakan pengkaderan yang intensif dan efektif. Setelah dirasa cukup para kader gerakan mulai menyebar untuk memulai dakwahnya ke masyarakat. Di lapisan bawah gerakan ini bekerja melakukan dakwah secara luas ke masyarakat. Melalui gerakan massif gerakan ini menyebarkan fikroh (pemikiran), opini dan budaya Islami ke semua lapisan masyarakat melalui masjid, LSM, yayasan, sekolah, kampus, perkantoran, industri, dll. Setelah cukup eksis dan mendapat cukup dukungan maka gerakan akan melanjutkan dakwahnya ke dalam institusi- institusi sipil dan lembaga- lembaga negara. Langkah ini dilakukan dengan menggunakan jalur politik formal dengan membentuk partai politik.
Perjuangan melalui jalur kultural dan jalur politik ini bersifat saling memback-up. Gerakan kultural tidak akan efektif tanpa dilindungi dan didukung oleh payung legal dan formal, sedangkan perjuangan bidang politik tidak akan mendapat dukungan signifikan bila masyarakat tidak tercerahkan oleh nilai- nilai Islam dan kemudian mendukung dakwah.

Islam, Dakwah dan Demokrasi
Saat ini hampir seluruh negara di dunia memakai demokrasi sebagai sistem politik dan ketatanegaraan. Dalam kacamata dakwah, demokrasi dipandang sebagai sebuah sarana yang saat ini paling efektif dan aman untuk digunakan meng-gol-kan agenda- agenda dakwah. Di alam demokrasi terdapat kesempatan yang terbuka lebar bagi semua fihak untuk menyebarkan wacananya dan menjalankan agendanya, asalkan legal. Bahkan kelompok yang dalam penilaian kita sesat atau menyimpang pun dapat bergerak dengan bebasnya asalkan memiliki legalitas. Sehingga dalam konteks perjuangan Islam (baca: dakwah) kuncinya adalah bagaimana kita memadukan antara kebenaran dan legalitas. Dan menjadikan kebatilan sesuatu yang tidak legal dalam pandangan hukum positif.

Menikmati Demokrasi
Untuk melakukan penetrasi kekuasaan di alam demokrasi, langkah- langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: pertama, menangkanlah wacana publik agar oponi publik berfihak kepada kita. Pewacanaan ini bisa dilakukan dengan berbagai cara dan media massa. Kedua, formulasikan wacana tersebut ke dalam draf hukum untuk dimenangkan dalam wacana legislasi melalui lembaga legeslatif. Bila kita memenangkan wacana legislasi ini, maka pemerintah punya kewenangan untuk mengeksekusi wacana tersebut melalui perangkat- perangkatnya. Ketiga, pastikan dan kawal selalu pihak eksekutif agar menjalankan dan menerapkan hukum tersebut.


Disampaikan dalam bedah buku rutin PPSDMS regional IV Surabaya. Jumat, 2 September 2005
Oleh : Adhe Priyambodo

"Jam 1 malam"

"Afwan akh! Kalo' jam satu malam, Insya Allah ana bisa", sambil tersenyum dia serius menyanggupi. Saya mulanya ragu. Namun kemudian saya hanya bisa membalas dengan senyuman, karena baru sadar, walau tersenyum, ia tidak sedang bercanda.

Demikian sepotong kejadian ketika saya bertanya pada ikhwan yang paling pemalu ini tentang kapan ia punya waktu untuk sharing dan diskusi. Di tengah kesibukannya (...dan kesulitannya) akhir-akhir ini, tetap saja ia seperti dahulu..., pemalu. Tidak ingin orang lain terbebani karenanya.

Hanya ceria yang menghias ketika kami bersua dan berpisah. Tutur katanya yang lembut senantiasa mengalun di balik kecerdasan dan ketajaman pikirnya. Kejernihan logika dan kelurusan nurani saja yang terbaca dibalik penampilan rapi dan bersahajanya. Tak sedikitpun keluh tertutur kepada saya-qiyadahnya, kecuali ketika sudah kurayu habis-habisan agar dia mau bicara. "Tak ingin merepotkan", begitu kata dia beralasan.

Hanya mata kami-lah yang terkadang bertegur sapa, selepas jabat dan pelukan erat ia berikan. Dan sejurus kemudian senyumannya mengembang seakan berkata, "Apa yang bisa kubantu, akhi?"
Hanya perih dan ribuan embun yang mendesak pelupukku, jika kulihat sekali lagi matanya seraya teringat terlalu keras waktu awal dulu aku menegurnya.
"Antum ndak salah. Ana yang salah. Maafin ana, akhi", ujarnya dulu. Ketika sejenak kemudian aku tersedu dihadapanya untuk sekali lagi: meminta maafnya.

_____________________________________
kurang dari sebulan sebelum penghujung kepengurusan, bersama si pemalu...

Adhe Priyambodo