Adhe's Page

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatu Blog ini berisi tulisan- tulisan saya. Bahagia sekali rasanya bila anda berkenan untuk membaca dan memberikan komentar, kritik atau masukan bagi saya. Terima kasih !

Name:
Location: Surabaya, East Java, Indonesia

Wednesday, December 21, 2005

Masihkah Kita Sebagai Bangsa Besar

Saya sempat kaget ketika membaca berita tentang niat
wapres Yusuf Kalla untuk melarang buku- buku karya
Sayyid Qutb dan Hasan Al-Banna beredar di Indonesia.
Dengan dalih dapat menebarkan pemikiran yang mengarah
dan mendorong kepada tindakan terorisme, statemen itu
pun dilontarkan oleh mantan Kepala BIN, A.M. Hendro
Priyono. Selain itu diserukan juga untuk melakukan
penelitian dan pengawasan terhadap kurikulum pesantren
dan juga para santrinya di Indonesia, tentu masih
dengan alasan dan isu yang sama.

Tragis benar nasib bangsa ini, memiliki pemimpin yang
tak pernah membaca sejarah dengan baik, bagaimana
negeri ini didirikan. Bagaimana negeri ini ketika
masih berusia belia dibela mati- matian eksistensinya
oleh para pejuang dan pahlawan.

Segera setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan
di Jakarta, maka dilakukan upaya oleh para founding
father kita agar negara muda yang bernama Indonesia
mendapat pengakuan oleh dunia. Hal ini semata- mata
dilakukan karena negara Indonesia tidak akan memiliki
posisi yang kuat hanya ketika ia eksis secara
internal, namum ia juga harus diakui secara resmi oleh
dunia internasional.

Para pelajar sekolah dasar kita tentu sangat hafal
siapa negara pertama yang mengakui secara resmi
kemerdekaan Indonesia. Negara itu adalah Mesir, negara
terkemuka di timur tengah yang mengakui secara resmi
kemerdekaan negara Indonesia yang saat itu masih belum
genap setahun usianya. Tindakan Mesir ini diikuti oleh
negara- negara Timur Tengah lainnya. Mereka melakukan
hal ini didorong dan dilatarbelakangi oleh ikatan
ukhuwah Islamiyah, karena Indonesia merupakan negeri
muslim terbesar di dunia.

Saudara- saudara kita di timur tengah telah melakukan
hal besar ini, jauh hari sebelum negara- negara barat
mengakui eksistensi kita sebagai sebuah bangsa dan
negara yang merdeka.
Sejarah masih mencatat dengan jelas, bahwa pengakuan
pemerintah Mesir ini tidak terlepas dari peran Ustadz
Hasan Al-Banna pendiri dan pemimpin Ikhwanul Muslimin,
organisasi massa yang saat itu memiliki pengaruh
sangat kuat di Mesir. Hal inilah yang menyebabkan
diutusnya KH. Agus Salim oleh Bung Karno untuk secara
resmi mengucapkan terima kasih atas nama bangsa
Indonesia kepada negara dan rakyat Mesir dan secara
khusus kepada Ustadz Hasan Al-Banna dan Ikhwanul
Muslimin.

Tak cukup hanya itu, sebagai bentuk solidaritas dan
perwujudan ukhuwah atas negeri kaum muslimin terbesar
di dunia ini, para anggota Ikhwanul Muslimin melakukan
aksi pencegatan yang heroik terhadap kapal- kapal
Belanda yang hendak menuju Indonesia yang melalui
terusan Suez. Kita tahu bahwa setelah kemerdekaan dan
Jepang menyerah kalah kepada sekutu, Belanda masih
mengklaim bahwa Nusantara masih merupakan negara
jajahannya. Sehingga mereka mengirimkan tentara yang
membonceng tentara sekutu ke Indonesia. Peristiwa ini
kita kenal dengan agresi militer Belanda I dan II.

Apakah kita ingin disebut sebagai bangsa yang tak tahu
balas budi, bila sekarang ini para pemimpin kita ingin
melarang karya orang- orang yang sangat berjasa kepada
negara ini? Yang kita sebagai rakyat, bangsa dan
negara ini patut mencatatnya sebagai hutang yang boleh
jadi takkan pernah terbayarkan?

Masih segar juga dalam ingatan kita ketika membaca
diktat-diktat sejarah dulu di bangku sekolah. Umat
Islam yang dimotori oleh para kiai dan ulama adalah
garda terdepan dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kemerdekaan bangsa ini. Negara ini tidak akan pernah
lupa bahwa ia berdiri diatas pengorbanan dan tumpahan
darah ribuan para santri, syuhada, ulama dan pahlawan.
Seperti halnya tokoh- tokoh ulama yang kita kenal
dalam skop nasional yang melakukan perlawanan heroik,
maka di setiap daerah juga tercatat bagaimana peran
ulama dan pesantren sebagai pelopor perlawanan
terhadap kezaliman penjajah saat itu.

Sejarah juga mencatat, bagaimana pertempuran heroik di
Surabaya pada 10 Nopember 1945 akhirnya menyadarkan
sekutu bahwa Indonesia masih eksis. Pertempuran itu
membawa korban tewasnya pemimpin pasukan sekutu,
Jendral Mallaby dari Inggris, dan akhirnya
mengantarkan Indonesia pada babak baru perlawanan
terhadap upaya penjajahan kembali Indonesia.
Perlawanan heroik dari arek-arek Suroboyo itu tak akan
pernah terwujud bila tak ada motivasi luar biasa yang
berasal dari seruan jihad melawan kaum penjajah zalim
oleh seorang tokoh pejuang legendaris Bung Tomo.
Dengan kumandang takbir Bung Tomo melalui radio telah
mengobarkan semangat perjuangan arek-arek Suroboyo.
Bung Tomo menyerukan bahwa berjuang melawan agresi
sekutu saat itu tidak lain adalah jihad fisabilillah
untuk membela negara dan agama.

Negara ini berhutang demikian besar kepada pesantren
dan umat Islam. Dan boleh jadi tak akan pernah ada
Indonesia yang merdeka dan berdaulat tanpa mereka.
Maka sekarang pantaskah negara kita hendak mengucilkan
dan mencurigai pesantren yang telah berjasa besar pada
bangsa dan negara ini?

Kita harus selalu mengingat dan mengingatkan kepada
siapapun yang lupa terhadap fakta- fakta penting ini.
Termasuk kepada para pemimpin kita sekarang ini yang
sedang lupa. Agar bangsa ini bisa menjadi bangsa besar
yang tak lupa kepada para pahlawannya.
Wallahu’alam bishowab.

Mulyosari,121205
Adhe Priyambodo

0 Comments:

Post a Comment

<< Home